Selasa, 19 Maret 2013

Menjaga Etika Politik Dalam Pilkada

“Jombang menatap pertarungan politik riil”. Itulah kira-kira kalimat yang tepat untuk mengungkapkan kata hati Jombang, jika Jombang diibaratkan sebagai seorang makhluk hidup yang mampu berfikir. Karena dalam tubuhnya yang tersusun dari populasi dan teritori saat ini tengah digelar pertarungan untuk memperebutkan kepentingan riil.

Kepentingan tersebut meskipun dilakukan melalui pertarungan riil: yang membutuhkan dukungan suara secara riil melalui kertas suara, dengan langkah-langkah yang riil serta pembiayaan yang riil juga, adalah untuk menguasai akses politik agar bisa menentukan perwujudan kondisi masyarakat sesuai dengan cita-cita bermasyarakat dan berbangsa.

Perjuangan melalui jalur politik untuk mewujudkan kondisi politik yang lebih adil, bukanlah jalan yang buruk. Karena disamping perjuangan di jalur ekonomi dan sosial budaya, perjuangan melalui jalur politik merupakan salah satu cara bagaimana kita bisa memperbaiki kondisi masyarakat. Prinsipnya, berjuang melalui jalur politik adalah sah dan bukan sebuah kejelekan, dan bahkan harus diakukan, jika untuk keadilan.

Namun, seperti berjuang dalam wilayah ekonomi dan kebudayaan, prinsip dasar etika (akhlak) juga harus tetap dipegang: jujur, adil, amanah, saling menghormati, tidak saling menjelekkan dan seterusnya. Bukan berarti jika berpolitik, kemudian bisa melakukan apapun dengan melanggar prinsip dasar etika, serta menganggap kalau berpolitik (riil) itu bebas melakukan apapun, atau tidak hirau dengan prinsip-prinsip dasar etika. Berbohong, mencela atau menjelekkan lawan politik adalah sah atau menganggap sebagai salah satu cara untuk memenangkan pertarungan.

Kita tidak tahu, apa sesungguhnya cita-cita atau mimpi para calon bupati dan wakil bupati yang saat ini bertarung untuk memenangkan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Kabupaten Jombang. Apakah memang untuk membangun kondisi politik yang adil, dimana kebijakan akan dibuat dengan sepenuhnya secara partisipatif melibatkan rakyat dan, karena itu, untuk sebesar-besar kepentingan rakyat; atau hanya untuk sekedar mengambil akses politik, dengan menguasai kebijakan politik untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompoknya, serta meningkatkan harga diri semata.

Namun, melihat perkembangan petarungan yang terjadi dalam Pilkada Jombang 2013 ini, sungguh sangat tidak sehat dan kurang menghargai apa yang kami sebut diatas sebagai prinsip dasar etika. Saling menjelek-jelekkan yang tidak proporsional terjadi di antara para calon, bahkan untuk menjatuhkan lawan politik, tidak segan-segan berita tidak benar disebar agar citra naik dan lawan jatuh (meskipun cara ini akan justru kontra produktif). Bahkan, organisasi sosial budaya (social kemasyarakatan), yang tidak berkepentingan dalam wilayah politik, apalagi politik riil tanpa bisa mengelak secara bertubi digunakan, bahkan turut terkena perlakuan yang tidak sesuai dengan etika dasar.

Beginilah momentum politik Pilkada bisa secara ‘ganas’ mempengaruhi siapapun. Siapapun yang bahkan tidak tertarik dengan politik untuk terkena getahnya. Hal ini mungkin sama ketika ekonomi atau social budaya bisa mempengaruhi bidang yang lain. Namun tentu ada pertanyaan yang cukup mendasar, ketika langkah politik dilakukan di luar prinsip etika yang paling dasar. Apakah ini politik yang baik, dan sah dilakukan? Jawabnya pasti tidak. Jika jawabannya ya.  Sudah, saya tidak bisa ngomong apa-apa lagi.

Muslimin Abdilla, Sek PCNU Jombang

0 komentar: