Sabtu, 03 Februari 2018

Ojo Ngomong Thok!

Sudah sekitar lebih empat artikel saya tulis, tentang upaya bagaimana menggerakkan kegiatan bersepeda. Artikel-artikel tersebut bicara mulai dari hal yang paling mendasar (filosofi), bahkan dengan dalih spiritual, sampai strategi bagaimana menjalankan gerakan tersebut.

Namun, masih ada yang mengatakan, "ojo ngomong thok! Terus piye carane ngelakoni?".

Oke...oke.. meskipun ada yang mengatakan seperti itu, kita sebagai "pendakwah" kehidupan yang ber-peri-sepeda-an yang adil dan beradab, harus tetap bersabar. Harus kita ikuti kata-kata seorang sutadz televisi yang selalu meneriakkan, "jamaahhhh...ohh...jamaahhh.... sabar". Setuju tidak setuju dengan kata-kata ustadz tersebut, yang jelas kata-katanya pas: Sabar.

Dan yang paling penting kita harus tetap berdakwah sepeda dengan amar mangruf bil mangruf dan nahi munkar bilmangruf. Menyuruh bersepeda dengan kebaikan, dan mencegah tidak bersepeda dengan kebaikan.

Namun, sabar saja kagak cukup coy... kita sabar, tetapi juga harus punya rencana yang realistis dan kongkrit. Rencana realistis artinya rencana yang kita buat harus sesuai kenyataan. Sesuai dengan kemampuan kita, baik tenaga, biaya, sarana maupun aturan main.

Kalau tenaganya cuma 5 orang; biaya hanya sejuta setengah; sarana hanya sepeda besi, serta tata cara yang ala kadarnya, ya jangan berharap bisa berdakwah (ini istilah lain kampanye loh... jangan dikira nanti kita melakukan dakwah sepeda di masjid dan musholla) dengan mempengaruhi orang se Jombang yang berjumlah lebih 1,2 juta dalam waktu hanya 5 tahun.

Wong bupati/wabup saja, yang punya biaya lebih  1 T (nol-nya berapa ya?), tenaga aparat lebih 10 ribu orang, sarana komplit dan aturan yang baik saja, waktu 5 tahun nggak cukup kok untuk bisa mempengaruhi seluruh warga Jombang untuk milih dia lagi. Apalagi kita... puuhhh...!

Ah... kok nglantur. Langsung saja lah.. to the point (ini kan yang kalian suka. Senengane to the point. Saya ingatkan, kalau ke cewek hindari kata ini). Ya...ya... langsung saja. Begini, kalau kita hanya punya modal segitu (tenaga 5 orang, duit sejuta setengah dst...). Kita buat rencana realistis dengan membuat satu kegiatan saja. Ya satu kegiatan saja sudah ngos-ngosan: misalnya kita menyelenggarakan cycling clinic (opo neh iki..) di satu sekolah. Sementara kita fokus kampanye sepeda di sekolah dulu. Kegiatan tersebut bisa Dilaksanakan di satu sekolah dengan mengundang utusan sekolah sekitar.

Apa itu cycling clinic? Memberikan informasi dan pelajaran tentang cara bersepeda yang aman, merancang rute aman ke sekolah, bahkan bisa juga diisi dengan pengetahuan dasar merawat dan memperbaiki sepeda.

Cuman itu? lah iya. Masak hanya dengan sejuta setengah akan buat kegiatan dengan ngundang Monata seperti Cak Rifai yang selalu nyegat jalan umum itu? Nggak mungkin lah. Realistis lah.... Kita harus realistis.

Selanjutnya, kegiatan yang direncanakan itu juga harus kongkrit. Yang berarti nyata menjawab tujuan dan harapan kita.

Kegiatan kita (mis, cycling clinic tsb) juga harus jelas waktu dan tempatnya, siapa saja yang terlibat (pimpinan sekolah, siswa, narsum, sponsor, wartawan dll), siapa penanggung jawabnya, berapa biayanya.

Ok. Ini semua tidak hanya omong. Tapi sudah ada rencana realistis dan kongkrit. Tinggal kapan dimulai. Kapan dilakukan. Loh kok masih ngomong. Siapa? Kamu...iya kamu... ojo ndomblong ae...😂😁😀


0 komentar: