Kamis, 06 Februari 2014

Gerakan Mengangkat Kelas Sepeda

Bersepeda adalah aktifitas manusia ter-awal sejak manusia mengenal moda transportasi berbasis teknik. Karena sepeda ditemukan manusia jauh sebelum manusia menemukan moda transportasi berbasis teknik yang lain: mesin.

Di Jombang sendiri, menurut catatan sejarah, setelah masa panjang penggunaan moda transportasi berbasis human power dan animal power, moda transportasi berbasis teknik yang pertama digunakan adalah sepeda, sehingga setelah masa kemerdekaan sampai di pertengahan zaman orde baru, sepeda menguasai jalanan Jombang. Sepeda yang ramah lingkungan dan tidak boros energy migas digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Hal ini karena sebagaian besar wilayah Jombang sangat nyaman digunakan untuk bersepeda, terutama di wilayah kota dan sekitarnya, dengan kontur tanah yang datar (flat). Disamping itu, cuaca di wilayah Jombang yang berada di pedalaman (hinterland) tidak terlalu ekstrim panas seperti wilayah-wilayah pesisir.
Sedangkan dari sisi legal formal, bersepeda dan pemakai sepeda (selanjutnya disebut: pesepeda) saat ini sudah mendapatkan perlindungan yang cukup baik. Hal ini setelah disahkannya UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Dalam UU RI tersebut, pemerintah berkewajiban memberikan fasilitas yang layak bagi pesepeda; pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda; pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas; mewajibkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda; dan seterusnya.

Itu semua adalah fakta sejarah dan fakta legal, tetapi kondisi saat ini, jalanan Jombang sudah dikuasai oleh mesin! Moda transportasi berbasis tenaga manusia dan hewan yang lebih ramah lingkungan tergusur secara perlahan.

Sepeda motor dan mobil yang berbasis mesin adalah moda transportasi yang saat ini membanjiri dan menjadi raja di jalanan Jombang. Moda trasnportasi yang tidak ramah lingkungan karena gas buang yang polutif serta boros energy migas ini menjadikan Jombang yang ramah, bersih dan murah, sedikit demi sedikit, menjadi kota/wilayah yang tidak ramah, tercemar dan berbiaya tinggi.

Sepeda yang semula menjadi moda transportasi utama rakyat Jombang, sekarang menjadi moda transportasi kelas dua, dikalahkan oleh mesin (!). Mengapa sepeda menjadi moda transportasi kelas dua? Kondisi ini tidak terjadi begitu saja, atau sudah takdirnya. Ada kegiatan yang menjadikan sepeda mengalami nasib seperti itu, dan kegiatan tersebut dilakukan dengan biaya yang cukup tinggi, karena mengubah pikiran, sikap dan perilaku seseorang saat melihat sepeda di jalanan. Kegiatan tersebut adalah kampanye besar-besaran dari produsen moda transportasi bermotor/mesin. Kampanye ini gencar dilakukan sehingga menjadikan pikiran kita dan pembuat kebijakan transportasi dipengaruhi sehingga “seolah-olah” moda transportasi di jalan hanyalah kendaraan bermotor, di luar itu bukan.

Hal tersebut berdampak juga pada pelaksanaan aturan atau undang-undang yang dibuat secara legal. Meskipun UU RI tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan telah dibuat dan disahkan, namun tidak serta merta UU tersebut bisa dijalankan dengan baik. Kenapa? Jika kita bicara tentang aturan atau UU, kita bicara tentang 3 hal: pertama, isi aturan; kedua, aparat pelaksana aturan; ketiga, masyarakat yang terkait aturan.

Dalam UU RI tersebut, dari sisi isi-nya sudah cukup baik, dan merupakan hasil dari upaya pegiat bersepeda dalam menjamin hak pesepeda. Dari sisi aparat pelaksana, sampai saat ini masih belum merata. Masih banyak aparat pemerintah yang belum ber-persepktif UU RI tersebut. Artinya, masih banyak aparat pemerintah yang belum memahami betul isi dari UU tersebut, karena itu belum bisa melihat dari sudut UU tersebut dalam membuat kebijakan tentang jalan. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang berarti dari sisi kebudayaan, masih sedikit yang mengerti dan memahami UU tersebut, sehingga kasadaran akan pentingnya perlindungan dan penghormatan terhadap pesepeda dan pejalan kaki masih sangat rendah.

Dari kondisi tersebut: sejarah, kebudayaan dan aturan (undang-undang), saat ini menghadapi kelemahan, kendala dan tantangan yang cukup berat. Karena itu butuh sebuah gerakan agar UU RI tersebut bisa berjalan dengan baik, kebudayaan masyarakat mengalami perubahan dalam melihat sepeda, dan sepeda bisa terus lestari dan menjadi moda transportasi yang lebih “dihormati” dan tidak berada di kelas dua saat di jalanan. Tidak cukup hanya satu atau dua orang yang bergerak. Dibutuhkan banyak orang dari semua elemen, dari berbagai kelas masyarakat, untuk membangun gerakan tersebut. Layaknya sebuah gerakan membangun sebuah keadilan, maka dibutuhkan sebuah alat organisasi yang bekerja secara efektif. Karena tanpa organisasi yang baik dengan kepemimpinan yang kuat, maka sebuah gerakan akan gampang tertekuk di tengah jalan. (mus)

0 komentar: