Bersepeda adalah aktifitas manusia ter-awal sejak manusia mengenal
moda transportasi berbasis teknik. Karena sepeda ditemukan manusia jauh
sebelum manusia menemukan moda transportasi berbasis teknik yang lain:
mesin.
Di Jombang sendiri, menurut catatan sejarah, setelah masa panjang penggunaan moda transportasi berbasis human power dan animal power,
moda transportasi berbasis teknik yang pertama digunakan adalah sepeda,
sehingga setelah masa kemerdekaan sampai di pertengahan zaman orde
baru, sepeda menguasai jalanan Jombang. Sepeda yang ramah lingkungan dan
tidak boros energy migas digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini karena sebagaian besar wilayah Jombang sangat nyaman
digunakan untuk bersepeda, terutama di wilayah kota dan sekitarnya,
dengan kontur tanah yang datar (flat). Disamping itu, cuaca di wilayah Jombang yang berada di pedalaman (hinterland) tidak terlalu ekstrim panas seperti wilayah-wilayah pesisir.
Sedangkan dari sisi legal formal, bersepeda dan pemakai sepeda
(selanjutnya disebut: pesepeda) saat ini sudah mendapatkan perlindungan
yang cukup baik. Hal ini setelah disahkannya UU RI Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Dalam UU RI tersebut, pemerintah berkewajiban memberikan fasilitas
yang layak bagi pesepeda; pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu
lintas bagi pesepeda; pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas;
mewajibkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda; dan
seterusnya.
Itu semua adalah fakta sejarah dan fakta legal, tetapi kondisi saat
ini, jalanan Jombang sudah dikuasai oleh mesin! Moda transportasi
berbasis tenaga manusia dan hewan yang lebih ramah lingkungan tergusur
secara perlahan.
Sepeda motor dan mobil yang berbasis mesin adalah moda transportasi
yang saat ini membanjiri dan menjadi raja di jalanan Jombang. Moda
trasnportasi yang tidak ramah lingkungan karena gas buang yang polutif
serta boros energy migas ini menjadikan Jombang yang ramah, bersih dan
murah, sedikit demi sedikit, menjadi kota/wilayah yang tidak ramah,
tercemar dan berbiaya tinggi.
Sepeda yang semula menjadi moda transportasi utama rakyat Jombang,
sekarang menjadi moda transportasi kelas dua, dikalahkan oleh mesin (!).
Mengapa sepeda menjadi moda transportasi kelas dua? Kondisi ini tidak
terjadi begitu saja, atau sudah takdirnya. Ada kegiatan yang menjadikan
sepeda mengalami nasib seperti itu, dan kegiatan tersebut dilakukan
dengan biaya yang cukup tinggi, karena mengubah pikiran, sikap dan
perilaku seseorang saat melihat sepeda di jalanan. Kegiatan tersebut
adalah kampanye besar-besaran dari produsen moda transportasi
bermotor/mesin. Kampanye ini gencar dilakukan sehingga menjadikan
pikiran kita dan pembuat kebijakan transportasi dipengaruhi sehingga
“seolah-olah” moda transportasi di jalan hanyalah kendaraan bermotor, di
luar itu bukan.
Hal tersebut berdampak juga pada pelaksanaan aturan atau
undang-undang yang dibuat secara legal. Meskipun UU RI tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan telah dibuat dan disahkan, namun tidak serta
merta UU tersebut bisa dijalankan dengan baik. Kenapa? Jika kita bicara
tentang aturan atau UU, kita bicara tentang 3 hal: pertama, isi aturan; kedua, aparat pelaksana aturan; ketiga, masyarakat yang terkait aturan.
Dalam UU RI tersebut, dari sisi isi-nya sudah cukup baik, dan
merupakan hasil dari upaya pegiat bersepeda dalam menjamin hak pesepeda.
Dari sisi aparat pelaksana, sampai saat ini masih belum merata. Masih
banyak aparat pemerintah yang belum ber-persepktif UU RI tersebut.
Artinya, masih banyak aparat pemerintah yang belum memahami betul isi
dari UU tersebut, karena itu belum bisa melihat dari sudut UU tersebut
dalam membuat kebijakan tentang jalan. Sedangkan dari sisi masyarakat,
yang berarti dari sisi kebudayaan, masih sedikit yang mengerti dan
memahami UU tersebut, sehingga kasadaran akan pentingnya perlindungan
dan penghormatan terhadap pesepeda dan pejalan kaki masih sangat rendah.
Dari kondisi tersebut: sejarah, kebudayaan dan aturan
(undang-undang), saat ini menghadapi kelemahan, kendala dan tantangan
yang cukup berat. Karena itu butuh sebuah gerakan agar UU RI tersebut
bisa berjalan dengan baik, kebudayaan masyarakat mengalami perubahan
dalam melihat sepeda, dan sepeda bisa terus lestari dan menjadi moda
transportasi yang lebih “dihormati” dan tidak berada di kelas dua saat
di jalanan. Tidak cukup hanya satu atau dua orang yang bergerak.
Dibutuhkan banyak orang dari semua elemen, dari berbagai kelas
masyarakat, untuk membangun gerakan tersebut. Layaknya sebuah gerakan
membangun sebuah keadilan, maka dibutuhkan sebuah alat organisasi yang
bekerja secara efektif. Karena tanpa organisasi yang baik dengan
kepemimpinan yang kuat, maka sebuah gerakan akan gampang tertekuk di
tengah jalan. (mus)
0 komentar:
Posting Komentar