Pembuka
Sebentar
lagi bangsa Indonesia akan menghadapi satu momentum penting dalam perjalanan
berbangsa dan bernegara. Dalam momentum lima tahunan tersebut, bangsa Indonesia
yang telah memenuhi syarat, secara keseluruhan memiliki hak untuk turut
berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan Negara. Momentum lima tahunan
tersebut adalah Pemilihan Umum.
Sebagaimana
yang disebutkan dalam Ketentuan Umum UU No 8 Tahun 2012, Pemilihan Umum
(pemilu) adalah sarana pelaksanaan keadulatan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dalam
Undang-undang Dasar 1945 hasil Amandemen, Pemilu dibagi menjadi dua, yaitu
Pemilu Leagislatif dan Pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu Legisltaif
bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/kota dan Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan Pemilu presiden
dan wakil presiden ditujukan untuk memilih presiden dan wakil presiden secara
langsung oleh rakyat Indonesia.
Pemilu
yang kedua ini mulai dilakukan di Indonesia dilakukan sejak tahun 2004. Pada
Pemilu-pemilu sebelumnya, pemilihan presiden dan wakil dilakukan oleh anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam Pemilu tersbeut, hanya anggota MPR
memiliki hak untuk memilih presiden dan wakil presiden, sementara rakyat
memilih hanya memilih anggota DPR yang otomatis menjadi anggota MPR.
Pemilu
Sebagai Pelaksanaan Keadulatan Rakyat
Sebagaimana
yang telah disebutkan di dalam Undang-undang Pemilu di atas (UU No. 8 Tahun
2012), Pemilu merupakan ajang pelaksanaan riil dari proses menjalankan
kedaulatan rakyat. Kenapa Pemilu dikatakan sebagai ajang pelaksanaan keadulatan
rakyat, karena dalam Pemilu rakyat sebagai pemilik kedaulatan diberi hak untuk
turut menentukan wakil-wakil mereka yang akan duduk di badan legislative (DPRD,
DPR-RI dan DPD) yaitu badan atau kelembagaan yang berfungsi dan bertugas
membuat kebijakan-kebijakan public yang akan mengatur kehidupan bernegara.
Di
dalam lembaga legislative tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
No 7 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR-RI, DPD-RI dan DPRD, wakil
rakyat yang dipilih oleh rakyat dalam Pemilu akan membicarakan dan menyepakati
apakah sebuah kebijakan public yang berupa Undang-undang (UU) bagi DPR-RI atau
Peraturan daerah (Perda) bagi DPRD (provinsi, kabuapten/kota) akan disahkan
atau tidak. Tanpa persetujuan lembaga legislative tersebut, Undang-undang atau
Peraturan Daerah tidak bisa dijalankan.
Sebagai
representasi rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat, anggota
legislative memiliki fungsi yang juga diatur dalam Undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
- Legislasi: Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan selaku pemegang kekuasaan membentuk peraturan atau undang-undang;
- Anggaran: Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD atau Undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh pemerintah;
- Pengawasan: Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan peraturan daerah dan undang-undang.
Dalam melakukan
pengawasan anggota-anggota legislative memiliki hak yang melekat pada dirinya
sebagai wakil rakyat. Artinya, hak ini ada karena dia sebagai wakil rakyat, dan
hak ini tidak lagi melekat saat tidak lagi menjadi wakil rakyat. Hak-hak tersebut
antara lain:
- Hak interplasi: Hak interpelasi adalah hak anggota DPRD/DPR-RI untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Hak angket: Hak angket adalah hak anggota DPRD/DPR-RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu peraturan daerah, undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- Hak menyatakan pendapat: Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD/DPR-RI untuk menyatakan pendapat atas: (a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; (b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; (c) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Bupati dan/atau Wakil Bupati tidak lagi memenuhi syarat sebagai Bupati dan/atau Wakil Bupati.
Dengan fungsi dan hak
yang diberikan kepada anggota legislative tersebut, maka sangat memungkinkan
bagi anggota legislative sebagai representasi rakyat dalam kehidupan bernegara.
Karena itu, anggota legislative yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilu akan
betul-betul menjadi wahana bagi terciptanya kedaulatan rakyat, dan Pemilu akan
betul-betul menjadi proses pelaksanaan dari kedaulatan rakyat, dimana seluruh
rakyat memberikan hak suaranya.
Kedaulatan Rakyat Dan
Perwujudan Hak Asasi Manusia
Pemilu yang menjadi
salah satu proses dalam membangun kedaulatan rakyat, selanjutnya menjadi
kerangka kerja bagi upaya memproteksi, melindungi dan memenuhi hak asasi
manusia (Asbjorn Eide: 2001). Upaya membangun kedaulatan rakyat adalah sebagai
upaya untuk pelaksanaan penghormatan kepada hak asasi manusia. Dengan rakyat
yang berdaulat baik secara politik, ekonomi, dan sosial budaya, berarti ada jalan
terang bagi upaya untuk menghormati hak-hak rakyat dalam berbagai bidang
tersebut.
Dibatasi oleh tema
dalam bahasan tulisan ini, fokus bahasan adalah dalam bidang ekonomi. Dalam hak
asasi manusia dikenal dengan Ecosoc (economic, social cultural) rights atau hak
sosial, ekonomi dan budaya. Di dalam hak Ecosoc ada hak ekonomi, yang juga
telah diakomodasi dalam UUD 1945 hasil amandemen. Hak hak tersebut antara lain:
hak untuk hidup layak, hak untuk bekerja dan dalam pekerjaan.
Hak-hak tersebut saat
ini terus diupayakan perwujudannya oleh Negara melalui berbagai program
pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dan disetujui oleh lembaga
legislative. Secara nasional, program-program tersebut antara lain berupa
P2MPD, P2KP, PNPM, PKH dan program-program yang dijalankan oleh pemerintah
daerah melalui berbagai dinas yang ada. Pemerintah memiliki kewajiban yang mengikat
(harus dijalankan), karena disamping diperintahkan oleh konstitusi (UUD), juga
karena Indonesia telah meratifikasi International Convenant on
Social, Economic and Cultural Rights (Konvensi Internsional Tentang Hak
Sosial, Ekonomi dan Budaya).
Belum Terpenuhinya
Hak-hak Ekonomi
Dalam era reformasi
yang dimulai sejak tahun 1998, pelaksanaan Pemilu yang demokratis sudah
dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009. Meskipun
pemilu yang menajdi pelaksanaan kedaulatan rakyat sudah dilaksanakan sebanyak
tiga kali dakam era reformasi ini, namun ternyata dalam relaitas kondisi
ekonomi rakyat tidak bertambah baik. Kesenjangan antara kelompok kaya yang
minoritas dengan kelompok miskin yang mayoritas ternyata bertambah lebar.
Jumlah orang miskin tidak berkurang secara signifikan, bahkan secara kualitas
bertambah buruk daripada era sebelumnya. Kenapa hal ini terjadi? Kenapa
pemerintah dan lembaga legislative yang dibangun melalui pemilu yang lebih
demokratis tidak mampu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih baik?
Setelah era reformasi
menggelinding, demokrasi betul-betul tumbuh subur di bumi Indonesia. Kebebasan
secara politik terbuka lebar. Siapapun dan ideology apapun bisa tumbuh dan
berkembang di Indonesia, tidak terkecuali ideology pasar yang mensyaratkan
kompetisi bebas bagi semua elemen ekonomi yang hidup di Indonesia. Tidak peduli
apakah peserta kompetisi tersebut tidak seimbang atau tidak sama kemampuannya.
Misalnya, bagaimana petani kecil yang memiliki lahan hanya kurang dari setengah
hektar dihadapkan secara langsung dengan pengusaha internasional yang bermodal
besar dan memiliki jaringan luas.
Sampai saat ini,
ketika Pemilu sudah dijalankan selama tiga kali, ternyata wakil-wakil rakyat
dan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat belum mampu memeprjuangkan
agar rakyat kecil dilindungi agar bisa bersaing secara fair dengan para pemilik
modal besar. Wakil rakyat dan pemerintah masih sibuk dengan persoalan-nya
sendiri. Sibuk dengan partai politiknya sendiri dan sibuk dengan birokrasi yang
dimiliki, bahkan banyak yang terjerat kasus korupsi. Tidak heran jika banyak
kebijakan public yang dihasilkan melalui proses legislasi tidak bisa
meningkatkan kemampuan rakyat yang diwakili secara ekonomi, bahkan tidak
sedikit kebijakan public, baik berupa Undang-undang atau Peraturan Daerah tidak
berpihak kepada public (rakyat). Contoh nyata dalam hal ini antara lain
Undang-undang tentang Air, Undang-undang tentang kehutanan dan aturan lain yang
berkaitan dengan agraria. Kebijakan yang lebih dekat dengan kita misalnya
tentang galian C. Tidak ada yang tegas dan jelas berkaitan dengan kebijakan
ini.
Kebijakan lain yang dikeluarkan
pemerintah dan merugikan rakyat adalah kebijakan bebas bea masuk impor bagi
komoditas pangan termasuk kedelai. Kebijakan ini pernah dibuat pada tahun 2011
oleh menteri perekonomian Hatta Rajasa, dimana bea masuk impor komoditas pangan
menjadi 0 %. Kebijakan ini tentu akan memberatkan bagi petani Indonesia yang kalah
bersaing dengan komoditas impor yang harganya lebih murah. Petani, terutama
yang mengerjakan komoditas yang berkaitan dengan yang dibebas bea-akn tersebut
akan merugi.
Kebijakan terakhir
adalah kebijakan bea masuk impor bagi komoditas kakao. Kebijakan ini akan
menghadapkan petani kakao kecil Indonesia dengan petani bermodal besar yang
berasal dari berbagai Negara. Sudah bisa dipastikan petani tidak akan bisa
mampu bersaing dengan serbuan kakao dari
berbagai Negara tersebut. Kondisi mirip dengan menghadap-hadapkan
petinju amatir kelas ringan Indonesia dengan petinju professional kelas berat
dunia. Tentu ini sangat tidak fair, apalagi tanpa wasit dan berjalan bebas.
Upaya Memperbaiki
Kondisi
Melalui Pemilu, kita
bisa menciptakan kondisi-kondisi tersebut bisa berubah. Secara demokratis,
hanya melalui Pemilu-lah kondisi tersebut bisa diubah. Dengan begini kita
berupaya menjauhkan pikiran dengan melalui cara-cara non-demokratis, misalnya
melalui kudeta atau pemberontakan. Kita ingat bagaimana salah satu partai
nasionalis yang memenangi Pemilu, karena kebijakan saat berkuasa tidak memihak
kepada rakyat, akhirnya dalam Pemilu selanjutnya kalah telak. Banyak yang
mengatakan, partai tersebut telah dihukum oleh rakyat dengan tidak memilihnya
lagi.
Karena itu, jika
ingin melakukan perubahan politik, maka kita tidak boleh lagi memilih partai
yang nyata-nyata tidak melakukan pembelaan kepada rakyat. Kita mesti cari tahu
mana partai yang mendukung kebijakan pro-rakyat dan mana partai yang lebih
mementingkan kelompok-nya sendiri dan lebih memihak kepada pmeodal besar, perusahaan
nasional/asing, bahkan partai yang menggunakan harta Negara untuk memperkaya
petinggi-petingginya. Dengan tidak memilih partai tersebut, berarti kita sedang
menggunakan kedaulatan kita untuk menghukum partai tersebut, dan tentu berupaya
memperbaiki kondisi kita, terutama kondisi ekonomi.
Sebaliknya, dengan
memilih kembali partai yang jelas-jelas tidak pro terhadap rakyat kecil,
berarti kita sedang berupaya untuk tetap membikin buruk diri kita sendiri. Jika
ada ungkapan “siapa yang berani bayar, maka itulah yang dipilih”. Ungkapan ini
jika menjadi sikap dan tindakan kita, maka sesungguhnya kita sedang terus
melanggengkan kondisi yang kita alami, bahkan bisa lebih buruk.
Secara logis bisa
dikatakan: kedaulatan yang kita miliki, kita berikan saat Pemilu dengan memilih
wakil yang kita teliti dan yakini memiliki kemampuan. Wakil yang kita pilih
akan mampu memperjuangkan kepentingan kita (hak-hak kita) melalui kebijakan
yang memihak ke kita. Pelaksanaan kebijakan tersebut, yang antara lain berupa
kebijakan ekonomi (pekerjaan, kesehatan dan pendidikan) bisa mempengarui
kondisi ekonomi kita. Inilah, kenapa Pemilu erat kaitannya dengan perbaikan
kondisi ekonomi.
0 komentar:
Posting Komentar