Sabtu, 29 Maret 2014

Pemilu Dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Pembuka

Sebentar lagi bangsa Indonesia akan menghadapi satu momentum penting dalam perjalanan berbangsa dan bernegara. Dalam momentum lima tahunan tersebut, bangsa Indonesia yang telah memenuhi syarat, secara keseluruhan memiliki hak untuk turut berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan Negara. Momentum lima tahunan tersebut adalah Pemilihan Umum.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Ketentuan Umum UU No 8 Tahun 2012, Pemilihan Umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan keadulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 hasil Amandemen, Pemilu dibagi menjadi dua, yaitu Pemilu Leagislatif dan Pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu Legisltaif bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/kota dan Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan Pemilu presiden dan wakil presiden ditujukan untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat Indonesia.

Pemilu yang kedua ini mulai dilakukan di Indonesia dilakukan sejak tahun 2004. Pada Pemilu-pemilu sebelumnya, pemilihan presiden dan wakil dilakukan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam Pemilu tersbeut, hanya anggota MPR memiliki hak untuk memilih presiden dan wakil presiden, sementara rakyat memilih hanya memilih anggota DPR yang otomatis menjadi anggota MPR.

Pemilu Sebagai Pelaksanaan Keadulatan Rakyat
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Undang-undang Pemilu di atas (UU No. 8 Tahun 2012), Pemilu merupakan ajang pelaksanaan riil dari proses menjalankan kedaulatan rakyat. Kenapa Pemilu dikatakan sebagai ajang pelaksanaan keadulatan rakyat, karena dalam Pemilu rakyat sebagai pemilik kedaulatan diberi hak untuk turut menentukan wakil-wakil mereka yang akan duduk di badan legislative (DPRD, DPR-RI dan DPD) yaitu badan atau kelembagaan yang berfungsi dan bertugas membuat kebijakan-kebijakan public yang akan mengatur kehidupan bernegara.

Di dalam lembaga legislative tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No 7 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR-RI, DPD-RI dan DPRD, wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat dalam Pemilu akan membicarakan dan menyepakati apakah sebuah kebijakan public yang berupa Undang-undang (UU) bagi DPR-RI atau Peraturan daerah (Perda) bagi DPRD (provinsi, kabuapten/kota) akan disahkan atau tidak. Tanpa persetujuan lembaga legislative tersebut, Undang-undang atau Peraturan Daerah tidak bisa dijalankan.

Sebagai representasi rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat, anggota legislative memiliki fungsi yang juga diatur dalam Undang-undang tersebut. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
  1. Legislasi: Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan selaku pemegang kekuasaan membentuk peraturan atau undang-undang;
  2. Anggaran: Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD atau Undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh pemerintah;
  3. Pengawasan: Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan peraturan daerah dan undang-undang.

Dalam melakukan pengawasan anggota-anggota legislative memiliki hak yang melekat pada dirinya sebagai wakil rakyat. Artinya, hak ini ada karena dia sebagai wakil rakyat, dan hak ini tidak lagi melekat saat tidak lagi menjadi wakil rakyat. Hak-hak tersebut antara lain:
  1. Hak interplasi: Hak interpelasi adalah hak anggota DPRD/DPR-RI untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  2. Hak angket: Hak angket adalah hak anggota DPRD/DPR-RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu peraturan daerah, undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Hak menyatakan pendapat: Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD/DPR-RI untuk menyatakan pendapat atas:  (a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; (b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; (c) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Bupati dan/atau Wakil Bupati tidak lagi memenuhi syarat sebagai Bupati dan/atau Wakil Bupati.
Dengan fungsi dan hak yang diberikan kepada anggota legislative tersebut, maka sangat memungkinkan bagi anggota legislative sebagai representasi rakyat dalam kehidupan bernegara. Karena itu, anggota legislative yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilu akan betul-betul menjadi wahana bagi terciptanya kedaulatan rakyat, dan Pemilu akan betul-betul menjadi proses pelaksanaan dari kedaulatan rakyat, dimana seluruh rakyat memberikan hak suaranya.

Kedaulatan Rakyat Dan Perwujudan Hak Asasi Manusia
Pemilu yang menjadi salah satu proses dalam membangun kedaulatan rakyat, selanjutnya menjadi kerangka kerja bagi upaya memproteksi, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia (Asbjorn Eide: 2001). Upaya membangun kedaulatan rakyat adalah sebagai upaya untuk pelaksanaan penghormatan kepada hak asasi manusia. Dengan rakyat yang berdaulat baik secara politik, ekonomi, dan sosial budaya, berarti ada jalan terang bagi upaya untuk menghormati hak-hak rakyat dalam berbagai bidang tersebut.

Dibatasi oleh tema dalam bahasan tulisan ini, fokus bahasan adalah dalam bidang ekonomi. Dalam hak asasi manusia dikenal dengan Ecosoc (economic, social cultural) rights atau hak sosial, ekonomi dan budaya. Di dalam hak Ecosoc ada hak ekonomi, yang juga telah diakomodasi dalam UUD 1945 hasil amandemen. Hak hak tersebut antara lain: hak untuk hidup layak, hak untuk bekerja dan dalam pekerjaan.

Hak-hak tersebut saat ini terus diupayakan perwujudannya oleh Negara melalui berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dan disetujui oleh lembaga legislative. Secara nasional, program-program tersebut antara lain berupa P2MPD, P2KP, PNPM, PKH dan program-program yang dijalankan oleh pemerintah daerah melalui berbagai dinas yang ada.   Pemerintah memiliki kewajiban yang mengikat (harus dijalankan), karena disamping diperintahkan oleh konstitusi (UUD), juga karena Indonesia telah meratifikasi International Convenant on Social, Economic and Cultural Rights (Konvensi Internsional Tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya).

Belum Terpenuhinya Hak-hak Ekonomi
Dalam era reformasi yang dimulai sejak tahun 1998, pelaksanaan Pemilu yang demokratis sudah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009. Meskipun pemilu yang menajdi pelaksanaan kedaulatan rakyat sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali dakam era reformasi ini, namun ternyata dalam relaitas kondisi ekonomi rakyat tidak bertambah baik. Kesenjangan antara kelompok kaya yang minoritas dengan kelompok miskin yang mayoritas ternyata bertambah lebar. Jumlah orang miskin tidak berkurang secara signifikan, bahkan secara kualitas bertambah buruk daripada era sebelumnya. Kenapa hal ini terjadi? Kenapa pemerintah dan lembaga legislative yang dibangun melalui pemilu yang lebih demokratis tidak mampu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih baik?

Setelah era reformasi menggelinding, demokrasi betul-betul tumbuh subur di bumi Indonesia. Kebebasan secara politik terbuka lebar. Siapapun dan ideology apapun bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia, tidak terkecuali ideology pasar yang mensyaratkan kompetisi bebas bagi semua elemen ekonomi yang hidup di Indonesia. Tidak peduli apakah peserta kompetisi tersebut tidak seimbang atau tidak sama kemampuannya. Misalnya, bagaimana petani kecil yang memiliki lahan hanya kurang dari setengah hektar dihadapkan secara langsung dengan pengusaha internasional yang bermodal besar dan memiliki jaringan luas.

Sampai saat ini, ketika Pemilu sudah dijalankan selama tiga kali, ternyata wakil-wakil rakyat dan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat belum mampu memeprjuangkan agar rakyat kecil dilindungi agar bisa bersaing secara fair dengan para pemilik modal besar. Wakil rakyat dan pemerintah masih sibuk dengan persoalan-nya sendiri. Sibuk dengan partai politiknya sendiri dan sibuk dengan birokrasi yang dimiliki, bahkan banyak yang terjerat kasus korupsi. Tidak heran jika banyak kebijakan public yang dihasilkan melalui proses legislasi tidak bisa meningkatkan kemampuan rakyat yang diwakili secara ekonomi, bahkan tidak sedikit kebijakan public, baik berupa Undang-undang atau Peraturan Daerah tidak berpihak kepada public (rakyat). Contoh nyata dalam hal ini antara lain Undang-undang tentang Air, Undang-undang tentang kehutanan dan aturan lain yang berkaitan dengan agraria. Kebijakan yang lebih dekat dengan kita misalnya tentang galian C. Tidak ada yang tegas dan jelas berkaitan dengan kebijakan ini.

Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah dan merugikan rakyat adalah kebijakan bebas bea masuk impor bagi komoditas pangan termasuk kedelai. Kebijakan ini pernah dibuat pada tahun 2011 oleh menteri perekonomian Hatta Rajasa, dimana bea masuk impor komoditas pangan menjadi 0 %. Kebijakan ini tentu akan memberatkan bagi petani Indonesia yang kalah bersaing dengan komoditas impor yang harganya lebih murah. Petani, terutama yang mengerjakan komoditas yang berkaitan dengan yang dibebas bea-akn tersebut akan merugi.

Kebijakan terakhir adalah kebijakan bea masuk impor bagi komoditas kakao. Kebijakan ini akan menghadapkan petani kakao kecil Indonesia dengan petani bermodal besar yang berasal dari berbagai Negara. Sudah bisa dipastikan petani tidak akan bisa mampu bersaing dengan serbuan kakao dari  berbagai Negara tersebut. Kondisi mirip dengan menghadap-hadapkan petinju amatir kelas ringan Indonesia dengan petinju professional kelas berat dunia. Tentu ini sangat tidak fair, apalagi tanpa wasit dan berjalan bebas.   

Upaya Memperbaiki Kondisi
Melalui Pemilu, kita bisa menciptakan kondisi-kondisi tersebut bisa berubah. Secara demokratis, hanya melalui Pemilu-lah kondisi tersebut bisa diubah. Dengan begini kita berupaya menjauhkan pikiran dengan melalui cara-cara non-demokratis, misalnya melalui kudeta atau pemberontakan. Kita ingat bagaimana salah satu partai nasionalis yang memenangi Pemilu, karena kebijakan saat berkuasa tidak memihak kepada rakyat, akhirnya dalam Pemilu selanjutnya kalah telak. Banyak yang mengatakan, partai tersebut telah dihukum oleh rakyat dengan tidak memilihnya lagi.

Karena itu, jika ingin melakukan perubahan politik, maka kita tidak boleh lagi memilih partai yang nyata-nyata tidak melakukan pembelaan kepada rakyat. Kita mesti cari tahu mana partai yang mendukung kebijakan pro-rakyat dan mana partai yang lebih mementingkan kelompok-nya sendiri dan lebih memihak kepada pmeodal besar, perusahaan nasional/asing, bahkan partai yang menggunakan harta Negara untuk memperkaya petinggi-petingginya. Dengan tidak memilih partai tersebut, berarti kita sedang menggunakan kedaulatan kita untuk menghukum partai tersebut, dan tentu berupaya memperbaiki kondisi kita, terutama kondisi ekonomi.

Sebaliknya, dengan memilih kembali partai yang jelas-jelas tidak pro terhadap rakyat kecil, berarti kita sedang berupaya untuk tetap membikin buruk diri kita sendiri. Jika ada ungkapan “siapa yang berani bayar, maka itulah yang dipilih”. Ungkapan ini jika menjadi sikap dan tindakan kita, maka sesungguhnya kita sedang terus melanggengkan kondisi yang kita alami, bahkan bisa lebih buruk.

Secara logis bisa dikatakan: kedaulatan yang kita miliki, kita berikan saat Pemilu dengan memilih wakil yang kita teliti dan yakini memiliki kemampuan. Wakil yang kita pilih akan mampu memperjuangkan kepentingan kita (hak-hak kita) melalui kebijakan yang memihak ke kita. Pelaksanaan kebijakan tersebut, yang antara lain berupa kebijakan ekonomi (pekerjaan, kesehatan dan pendidikan) bisa mempengarui kondisi ekonomi kita. Inilah, kenapa Pemilu erat kaitannya dengan perbaikan kondisi ekonomi.  

0 komentar: